Pengelolaan dan Pengamanan Pulau-Pulau Terluar Indonesia

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dan sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang tersebar diseluruh nusantara. Indonesia menjadi negara kepulauan sejak ditetapkan melalui Deklarasi Juanda pada tahun 1957 dan dikukuhkan oleh Undang-Undang Nomor 4/PrP/1960, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang RI nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan secara internasional diakui melalui Konvensi Hukum Laut PBB yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 yang telah diratifikasi Indonesia dalam Undang-undang No. 17 tahun 1985.

Pengakuan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS 1982) kepada Indonesia sebagai Negara Kepulauan membawa konsekuensi yuridis, yaitu bahwa perairan Indonesia akan menjadi suatu wilayah yang utuh, di mana batas lautnya diukur dari titik pulau-pulau terluarnya. Pasal 47 Ayat (1) UNCLOS 1982 menyebutkan bahwa, Negara Kepulauan berhak menarik garis pangkal kepulauan (archipelagic baseline) sebagai dasar pengukuran wilayah perairannya dari titik-titik terluar dari pulau-pulau terluarnya (Arif Havas Oegroseno, 2004: 2). Sehingga, bagi Indonesia sebagai negara yang berbentuk kepulauan, keberadaan pulau-pulau kecil terluar tersebut memiliki nilai strategis yang sangat penting karena berdasarkan UNCLOS 1982 pulau-pulau terluar tersebut digunakan sebagai titik dasar dari garis pangkal kepulauan Indonesia dalam pengukuran dan penetapan batas wilayah negara Indonesia dengan negara tetangga terutama dalam pengukuran dan penentuan batas wilayah perairannya.
Jika dilihat dari kondisi geografis Indonesia atas kebaradaan pulau-pulau terluar, setidaknya terdapat tiga fungsi penting dari pulau-pulau terluar tersebut (http://www.sinarharapan.co.id/berita/0503/14/opi01.html), yaitu antara lain:
a. Sebagai fungsi pertahanan dan keamanan.
Pulau-pulau terluar memiliki peran penting keluar masuknya orang dan barang. Praktik-praktik penyelundupan senjata, barang-barang illegal, obat-obatan terlarang, pemasukan uang dolar palsu, perdagangan wanita, pembajakan, pencurian hasil laut dan menjadi lalu lintas kapal-kapal asing.
b. Sebagai fungsi ekonomi. Sangat jelas pulau-pulau terluar ini memiliki peluang dikembangkan sebagai wilayah potensial industri berbasiskan sumberdaya seperti industri perikanan, pariwisata bahari dan industri.
c. Sebagai fungsi ekologi.
Ekosistem pesisir dan laut pulau-pulau terluar dapat berfungsi sebagai pengatur iklim global, siklus hirologi dan biokimia, sumber energi alternatif, sumber plasma nutfah dan sistem penunjang lainnya.
Melihat fungsi penting dari pulau-pulau terluar tersebut, dibutuhkan pengelolaan dan pengamanan yang baik dari pemerintah Indonesia. Keberadaan aturan hukum dalam pengelolaan pulau-pulau kecil terluar pada akhirnya akan sangat diperlukan, yaitu sebuah peraturan hukum yang mengakomodasi berbagai kepentingan, sehingga pengelolaan pulau-pulau terluar lebih komprehensif.
Tulisan ini mencoba memberikan suatu alternatif strategi pengelolaan dan pengamanan pulau-pulau terluar, dengan memaparkan ketentuan hukum Indonesia yang memberikan pengaturan mengenai pengelolaan dan pengamanan pulau-pulau terluar sebagai implementasi dari UNCLOS 1982, strategi pengelolaan dan pengamanan pulau-pulau terluar oleh pemerintah Indonesia serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan dan pengamanan pulau-pulau tersebut.

Kondisi Umum Pulau-Pulau Terluar Indonesia
Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan oleh Dishidros TNI-AL pada tahun 2003, terdapat 92 pulau kecil terluar yang tersebar di 17 provinsi dimana keberadaannya mempengaruhi luas wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Dinas Hidro-Oceanografi TNI AL, 2003). Dari 92 pulau tersebut, 12 pulau di antaranya memiliki kerawanan atau dianggap memungkinkan untuk menjadi sumber konflik perbatasan dengan negara tetangga bila tidak diantisipasi sejak dini, sehingga perlu diberi perhatian secara khusus. Ke-12 pulau tersebut adalah antara lain pulau (Laksamana Pertama Sunaryo, 2005 : 7):
a. Pulau Rondo, terletak di wilayah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang merupakan pulau terluar di sebelah barat wilayah Indonesia yang berbatasan dengan perairan India.. Pulau ini belum ada penduduknya sama sekali, namun demikian sudah ada fasilitas menara suar.
b. Pulau Sekatung, terletak di wilayah propinsi Riau. Pulau ini perlu mendapat perhatian khusus mengingat letaknya yang berdekatan dengan Negara Vietnam. Pulau ini juga tak berpenduduk tetapi sudah ada menara suarnya;
c. Pulau Nipah. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa ini menjadi terkenal karena beredarnya isu mengenai hilangnya/tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit. Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya. Pasir pasir ini kemudian dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya tediri dari Suar Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi.
d. Pulau Berhala, terletak di wilayah Sumatera Utara, pulau ini memiliki menara suar, tak berpenduduk tetapi sering disinggahi nelayan-nelayan lokal. Pulau ini berbatasan dengan Malaysia. Keberadaan pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka, salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional;
e. Pulau Miangas, Pulau Marampit, dan Pulau Marore, terletak di wilayah propinsi Sulawesi Utara yang berbatasan langsung dengan Negara Filipina. Pulau-pulau tersebut seluruhnya berpenduduk, Menara suar sudah ada kecuali Pulau Marampit. Penduduk di ketiga pulau tersebut sering berinteraksi dengan penduduk Filipina, bahkan sebagian besar kebutuhan pokok masyarakat setempat diperoleh dari Negara Filipina;
f. Pulau Fanildo, Pulau Fani, Pulau Brass. Pulau-pulau tersebut berada di wilayah Propinsi Papua dan ketiganya berbatasan dengan Negara Palau. Kecuali Pulau Bras, pulau-pulau tesebut tidak berpenduduk dan belum dilengkapi dengan menara suar;
g. Pulau Dana, Pulau Batek. Kedua pulau ini terletak di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan berbatasan dengan Negara Australia dan Timor Leste. Kedua pulau tersebut tidak berpenghuni, namun sering disinggahi para nelayan lokal.
Keberadaan pulau-pulau terluar yang rata-rata hanya merupakan pulau kecil dan tidak berpenghuni, kurang memberikan konstribusi yang berarti bagi kepentingan kesejahteraan masyarakat di sekitar pulau tersebut. Namun karena pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau terluar dan memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, maka pulau-pulau tersebut memiliki nilai yang sangat strategis, sekaligus rawan terhadap sengketa kepemilikan di masa mendatang. Keberadaan pulau-pulau kecil terluar tersebut memiliki spektrum yang luas, bukan hanya sebatas aspek ekonomis, tetapi juga terkait aspek politis dan aspek pertahanan dalam rangka menjadi integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Strategi Pengelolaan Pulau-Pulau Terluar Indonesia oleh Pemerintah
Sebagai wujud implementasi normatif dari UNCLOS 1982, pemerintah Indonesia menuangkan pengaturan mengenai pengelolaan dan pengamanan pulau terluar Indonesia ini dalam Peraturan Presiden No 78 Tahun 2005 yaitu tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia. Sebagai wujud dari implementasi Perpres tersebut telah dibentuk Tim Koordinasi yang bertugas mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar serta melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Tim ini diketuai oleh menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan keamanan dengan wakil ketua dari Menteri kelautan dan perikanan sebagai wakil ketua I dan menteri dalam Negeri sebagai wakil ketua II. Menurut wawancara penulis dengan Bapak Muhammad Yusuf, S.Hut., M.Si yang merupakan Kepala Seksi Analisis Data dan Informasi Pulau-Pulau Kecil di Departemen Kelauatan dan Perikanan Republik Indonesia, sebagai wujud implementasi dari Perpres tersebut telah diadakan beberapa rapat koordinasi tim yang membahas mengenai pengelolaan dan pengamanan pulau terluar.
Berdasarkan rapat koordinasi disepakati bahwa melihat kondisi pulau-pulau terluar Indonesia yang potensial terjadi permasalahan-permasalahan, baik internal maupun eksternal, maka strategi pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, adalah antara lain dengan:
a. Membuka simpul-simpul akses kawasan perbatasan sebagai pintu gerbang internasional.
Dengan membuka akses pasar internasional pulau-pulau terluar, diharapkan potensi yang ada di masing-masing pulau dapat lebih diberdayakan. Seperti misalnya pulau Berhala, Keberadaan pulau ini di Selat Malaka yang merupakan salah satu selat yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional, sehingga Pulau Berhala juga dibuka sebagai akses dalam perdagangan internasional.
b. Meningkatkan mobilitas penduduk antar pulau terutama di pulau-pulau terluar.
Yaitu misalnya dengan membuka trayek kapal PT. Pelni ataupun jalur transportasi lain menuju daerah pulau-pulau terluar Indonesia, sehingga akses penduduk untuk ke daerah lain disekitarnya dapat lebih mudah.
c. Melibatkan berbagai instansi dalam pemberdayaan pulau khususnya pulau-pulau terluar.
Pemberdayaan berbagai instansi dalam pengelolaan pulau-pulau terluar ini sangat penting, karena pengelolaan pulau merupakan permasalahan yang kompleks, sehingga dibutuhkan koordinasi dari masing-masing instansi/departemen. Seperti misalnya Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), ketika akan melakukan rehabilitasi ekosistem yang pulau terluar, pasti membutuhkan dukungan dan informasi dari Departemen Dalam negeri, dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah.
d. Mensinergikan berbagai program ekonomi dan hankam di perbatasan maritim dan kepulauan
Yaitu dengan membuat program kegiatan terkait dengan pengamanan pulau-pulau terluar.
e. Mengundang private sector participation dalam investasi untuk pengembangan pulau kecil (terutama di wilayah perbatasan)
Hal ini misalnya dengan membuka kawasan pulau-pulau terluar sebagai kawasan pariwisata dan lain sebagainya. Seperti misalnya pengembangan Pulau Bidadari dan seribu sebagai kawasan pariwisata.
f. Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan kepulauan di perbatasan sesuai dengan potensi dan daya dukung lingkungannya
Menghidupkan kerjasama internasional dalam berbagai sektor untuk pengembangan kelautan.
g. Dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan negara lain maupun Lembaga swasta dalam konservasi hayati dan lingkungan di pulau-pulau terluar.
Pemberdayaan masyarakat yang tinggal dipulau tersebut, antara lain dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bantuan sarana produksi (pemberian bantuan kapal, jaring untuk menangkap ikan sebagai mata pencaharian) dan non produksi (air, listrik).
1) Perbaikan (rehabilitasi sistem) dalam pengelolaan lingkungan pulau-pulau terluar Indonesia. Misalnya dengan rehabilitasi terumbu karang, lamun, maupun manggrove.
Melihat kondisi pulau-pulau terluar Indonesia seperti yang sudah dipaparkan dalam sub bab sebelumnya dan beberapa strategi kebijakan maupun kegiatan pengelolaan pulau-pulau terluar Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tersebut, menurut penulis akan lebih berjalan efektif jika strategi kebijakan pengelolaan pulau lebih diarahkan pada:
1) Identifikasi masalah
Sangat penting sekali sebelum kegiatan pengelolaan pulau-pulau terluar ini dilakukan, harus dilakukan identifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan pulau, baik ini dari segi intern maupun ekstern.
2) Pembuatan skala prioritas
Maksud pembuatan skala prioritas disini adalah menentukan pulau mana sajakah yang sebaiknya diprioritaskan untuk dikelola. Misalnya antara Pulau Miangas dan Pulau Berhala, mana yang seharusnya diprioritaskan lebih dahulu dalam pengelolaannya melihat kondisi riil masing-masing pulau tersebut, hal ini mengingat dana yang dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan pulau-pulau terluar ini memang kurang optimal.
3) Kepentingan pulau
Kepentingan pulau yang dimaksudkan adalah hal-hal apa sajakah yang paling urgent yang dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan masyarakat di pulau tersebut. Misalnya, jangan sampai pemerintah mengalokasikan dana yang sangat besar untuk membangun sarana tertentu di suatu Pulau, tetapi sebenarnya pembangunan sarana tersebut kurang dibutuhkan masyarakat pulau tersebut.
4) Karakteristik pulau
Dalam pengelolaan pulau-pulau terluar, melihat terlebih dahulu karakteristik pulau sangat penting sekali. Hal ini untuk mengidendifikasi rencana kegiatan apa yang akan diterapkan di Pulau yang bersangkutan.

Kesimpulan
Sistem hukum Indonesia memberikan pengaturan yang hampir menyeluruh dalam implementasi UNCLOS 1982 terkait masalah hukum laut, namun yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengamanan pulau, hukum Indonesia memberikan pengaturan tersendiri yang dituangkan dalam Peraturan Presiden No 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar Indonesia.
Berdasarkan strategi yang dilakukan oleh dalam upaya pengelolaan dan pengamanan pulau-pulau terluar, sebaiknya sebelum upaya pengelolaan dan pengamanan pulau tersebut dilakukan, perlu dipertimbangkan antara lain adalah identifikasi masalah, pembuatan skala prioritas, melihat kepentingan pulau dan karakteristik pulau yang bersangkutan. Sehingga, sebaiknya sebelum upaya pengelolaan dan pengamanan pulau tersebut dilakukan, perlu dipertimbangkan antara lain adalah identifikasi masalah, pembuatan skala prioritas, melihat kepentingan pulau dan karakteristik pulau yang bersangkutan.

REFERENSI

Arif Havas Oegroseno. 2004. Delimitasi Batas Maritim dalam Kebijakan Border Diplomacy Indonesia. Makalah Lokakarya Hukum Laut Internasional. Yogyakarta 13-15 Desember 2004.

Atje Misbach Muhjiddin. 1993. Status Hukum Perairan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal Asing. Bandung: PT Alumni.

Bambang Harimurti. 2005. Janda di Ujung Sumatera. Tempo. Edisi 15–21 Agustus 2005.

______, 2005. Menjaga Daulat Lewat 12 Titik. Tempo. Edisi 14-21 Agustus 2005

Boer Mauna. 2003. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: PT Alumni.

D.J. Harris. 1991. Cases and materials on International Law. London: Sweet & Maxwell.

______, 2004. Prosiding Semiloka, Penentuan Definisi dan Pendataan Pulau Di Indonesia. Jakarta.

Hasyim Djalal. 2004. Konvensi Hukum Laut 1982 dalam Kurun Waktu 10 Tahun Setelah Keberlakuannya dan Issue-issue Baru Ocean Government, Makalah Lokakarya Hukum Laut Internasional. Yogyakarta 13-15 Desember 2004.

Odji Salman & Anton F Susanto. 2005. Teori Hukum, Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali. Bandung: Refika Aditama